Sunday 19 May 2013

Masjid Ahmad bin Thulun

Dalam sejarah mesir, Ahmad bin thulun adalah seorang yang berani menantang sejarah. Ia adalah keturunan thulun, seorang budak (mamaluk) yang menjadi kepercayaan sultan dinasti abbasiyah di baghdad. Ketika didaulat menjadi gubernur mesir oleh pemerintahan abbasiyah menggantikan ayah tirinya Bak bak al turki 254/858 M, ia melepaskan diri, membentuk sebuah gerakan sparatis dan membangun dinasti thuluniyyah. Dinasti yang bebas dari kungkungan politik pemerintahan abbasiyah pada era al-Mu'tashim billah.

Ahmad bin thulun telah mengangkat derajat kaum sudra (mamalik, budak) yang selama ini hanya menjadi pesuruh dan pembantu kerajaan.

Setelah berhasil menghimpun kekuatan di mesir, langkah pertama yang ia lakukan adalah membangun ibu kota. Ibu kota tersebut di beri nama madinat al-Qathai'. Ia pun membangun istana kerajaannya di atas jabal muqatham. Setelah kota yang diidamkannya itu terwujud, terbesit dalam hatinya untuk membangun sebuah masjid agung di tengah kota.

Jika dilihat dari sisi tata kota, Ahmad bin thulun terinspirasi dengan kota tempat ia tumbuh dewasa, samara,di kawasan irak. Keterpengaruhan Ini bias dilihat dari tata kota yang di atur sendiri oleh Ahmad bin thulun. Ia membagi kota ke dalam bebearapa komplek yang terpisah. Setiap komplek dibangun beberapa rumah. Dan jalan-jalan yang menghubungkan antar komplek yang memutari kota. Persis seperti kota samara.

Said bin katib al-Farghani
Nama ini tidak bisa dipisahkan dengan sejarah pembangunan yang digalakkan oleh Ahmad bin thulun. Betapa tidak, said bin katib al farghani lah yang mewujudkan impian ahmad bin thulun untuk membangun kota. Ia telah berjasa membangun sebuah tampungan air untuk kehidupan masyarakat madinat al-Qathai'. Said bin katib al-faeghani adalah seorang arsitek ulung yang beragama masehi.

Setelah merampungkan proyek madinat al-Qathai', said bin katib al-farghani terkena fitnah. Ia dianggap menjegal kuda yang ditunggangi ahmad bin thulun ketia melakukan sidak di tempat pembangunan madinat al-Qathai'. Karena sentiment agama ia pun dihukum, dicambuk, dan dijebloskan ke dalam penjara.

Ketika sedang mendekam dipenjara, said  mendengar kabar bahwa ahmad bin thulun berkeinginan membangun masjid terbesar yang ada di mesir yang disangga dengan 300 lebih tiang marmer. Tetapi impian tersebut mustahil diwujudkan kecuali dengan mengambil tiang-tiang marmer yang menyangga gereja-gereja kuno di mesir.

Said bin katib akhirnya menulis surat kepada ahmad bin thulun yang berisi: saya mampu membangunkan anda masjid terbesar di mesir hanya dengan dua tiang untuk menyangga mihrab.

Ahmad bin thulun langsung memanggilnya dan meminta sketsa bangunan yang digambar di atas kulit hewan. Ia puas dengan sketsa yang diberikan dan membebankan proyek yang sangat besar itu di atas pundak said bin katib al-farghani. Selain besar dan tak tertandingi, Ahmad ibn thulun ingin masjidnya tahan api dan tidak hancur saat terkena banjir. Lagi-lagi said bin katib mengiyakan keinginan sang sultan dan menyanggupinya.

Dana yang tak terkira pun dikucurkan dari brangkas pemerintah. Dan sang arsitek mendapat imbalan yang begitu besar, 10000 dinar emas, atas usahanya mewujudkan impian sang sultan.

Arsitektur masjid ahmad bin thulun memang banyak memukau dunia. Corak melengkung yang menghiasi masjid sudah bisa dibangun 2 abad sebelum corak ini berkembang pada arsitektur bangunan di inggris.

bangunan masjid

Tidak ada bukti yang jelas kapan masjid ini mulai dibangun. Namun berdasarkan papan marmer yang ada diarah kiblat, masjid ini rampung pada tahun 265 H/879 M. ahli sejarah memperkirakan pembangunan masjid berlangsung antara 263-265 H. dengan demikian, masjid ahmad bin thulun adalah masjid ke-3 yang di bangun di mesir. Meski demikian, masjid ini bisa dikategorikan masjid tertua yang masih utuh dan konstruk bangunannya tidak berubah.

Sebab, Masjid Amru bin Ash, meski didaulat sebagai masjid pertama yang beridiri di mesir, tapi konstruk bangunannnya sudah tidak asli. Ia sudah mengalami perbaikan berkali-kali terutama pasca kebakaran hebat yang melahap seluruh kota fustat. Masjid yang kedua berdiri adalah masjid al-'askar (169 H). hanya saja masjid ini sudah hancur dan tidak lagi bisa dikenali bentuk dan konstruk bangunannya.

Masjid Ahmad bin thulun berbentuk persegi dengan luas kurang lebih 162,5 x 161,5 m. di tengah masjid terdapat ruangan terbuka tak beratap yang sangat luas. Luasnya sekitar 92,5 x 91,80 m.

Dibagian luar masjid ada ruang-ruangan terbuka tanpa atap (arwiqah) yang mengelilingi masjid, kecuali bagian kiblat. Ruangan-ruangan ini sering disebut dengan ziyadah. Model bangunan seperti ini banyak ditemukan di masjid-masjid kota samara. Masjid mempunyai pintu yang sangat banyak, 42 pintu. 21 diantaranya pintu asli masjid dan sisanya adalah pintu-pintu ziyadah.

Dekorasi bagian dalam masjid sangat indah dan menawan. Ruangan terbuka dalam masjid dikelilingi oleh arwiqah (ruangan-ruangan) di tiga penjuru, selatan, utara dan barat. Setiap ruwaq memiliki tembok besar yang menyerupai tiang. Tembok tersebut penuh dengan kaligrafi-kaligrafi bercorak arabesque. Bagian atas tembok terdapat jendela yang berbentuk seperti mihrab kecil berhiaskan ukiran-ukiran khas arab.

Pada sisi kiblat, terdapat 5 ruwaq yang beratapkan kayu, dengan tembok yang penuh hiasan dari ukiran batu kapur. Tepat dibawah atap terdapat kayu yang memanjang mengelilingi ruwaq qiblat berpahatkan kaligrafi arab corak kufi yang sangat indah. Terpahat di sana surat al-Baqarah dan ali imran.

Ornament-ornamen menariik terdapat di 4 sisi tembok masjid dengan corak yang bermacam-macam. Pada tembok tersebut terdapat 129 jendela yang dikelilingi oleh kaligrafi berbahan kapur.

Pada sisi kiblat, terdapat 5 mihrab kecil dan satu mihrab utama. Mengenai sejarah mihrab-mihrab ini, para sejarawan mempunyai ksimpulan yang berbeda-beda. Sebagian mengatakan bahwa banyaknya mihrab menunjukkan pluralisme madzhab di mesir. Hal yang sama terjadi di masjid umawi di damaskus. Ibn katsir menyebutkan bahwa taqiyudin bin marahil membangun dua mihrab di masjid umawi, hanafi dan hambali.

Su'ad mahir seorang pemerhati bangunan islam mesir mempunyai pendapat lain. Baginya mihrab adalah bukti atau prasasti peresmian pasca renovasi masjid yang telah dilakukan oleh dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di mesir. Sebagai bukti pernyataannya, ia menyebutkan ada dua mihrab di masjid Ahmad bin thulun yang dibangun pada masa dinasti fatimiyyah yang bermadzhab syi'ah. Pada konteks yang demikian, pendapat pertama sulit diterima. Sebab masyarakat mesir bisa dikatakan anti terhadap madzhab syi'ah. Meski dinasti fatimiyyah pernah tumbuh di negeri ini.

Adapun mihrab utama dibangun oleh sultan mansur lajin. Mihrab ini penuh dengan hiasan dan ornament-ornamen khas arab. Kaligrafi yang menghiasinya ditulis dengan tinta emas bertuliskan 'la ilaha illa Allah, Muhammad rasulullah' dengan sangat jelas. Selain itu, mihrab utama juga dipenuhi hiasan dari kaca yang beraneka warna.

Tepat di tengah ruangan terbuka masjid, terdapat kubah yang cukup besar. Kubah tersebut adalah kubah ketiga yang dibangun di tempat yang sama. Kubah pertama dibangun oleh ahmad bin thulun pada tahum 265 H. kubah ini terbakar dan roboh pada masa al-Aziz billah.

Pada tahun 385 H, al-Aziz billah membangun kembali kubah yang dulu hancur. Saat sultan mansur lajin berkuasa, kubah tersebut kembali hancur. Tidak ada sebab yang pasti mengenai hancurnya kubah ini. Sultan pun kemudian membangun kubah itu kembali dan masih bertahan sampai sekarang.

Kubah ini memiliki model yang cukup unik. Di bagian bawah berbentuk persegi dengan empat lubang pintu di setiap sisinya. Tepat di atasnya, terdapat semacam punden berundak bertangga tiga. Punden tersebut dikelilingi oleh jendela yang berbentuk sarang tawon memanjang. Menambah indah arsitektur bersejarah ini. Setelah punden, barulah kubah berbentuk telur itu terpasang. Pada sisi kubah tidak ada ornament-ornamen yang berarti. Hanya tembok berwarna coklat yang polos dengan beberapa jendela kecil.


pada kubah tersebut ada kaligrafi bercorak kufi dengan sangat jelas bertuliskan Qs almaidah ayat 6. kaligrafi ini menandakan bahwa kubah tersebut adalah tempat untuk berwudhu dan bersuci sebagaimana kubah yang terdapat pada masjid Amr bin Ash di fustat.

Bagi para pengunjung masjid Ahmad bin Thulun, barangkali akan melihat pemandangan yang tidak dapat ditemukan di masjid lain. Yaitu model menara masjid Ahmad bin thulun. Menara ini tidak lazim sebagaimana menara masjid bersejarah mesir lainnya. Menara dengan model tangga diluar bukan corak arsitektur mesir. Konon tipe ini mengadopsi menara-menara masjid yang ada di kota samara.

Menara ini mempunyai empat tingkatan. Tingkat pertama berbentuk segi empat. Bagian kedua berbentuk tabung dengan tangga yang melingkarinya. Tingkat ketiga berbentuk segi delapan. Dan bagian atas berbentuk mihrab kecil yang bergelombang.

Jika diperhatikan ada dua corak yang berbeda di keempat tingkat tersebut. Konon tingkat pertama dan kedua dibangun oleh Ahmad bin thulun. Pada bagian ini nyaris tidak ada ornament atau hiasan-hiasan yang berarti.

Sedangkan tingkat ketiga dan keempat dibangun oleh sultan mansur lajin pada tahun 696 H. pada bagian ini, ornament dan hiasan-hiasan khas bangunan arab memenuhi sisi-sisi atas menara.

Al-Maqrizi menyebutkan bahwa di atas menara ada tempat khusus yang digunakan untuk menampung biji-bijian dan makanan burung.

Saturday 23 February 2013

Masjid Amr bin Ash


Peradaban islam masa lalu selalu meninggalkan warisan yang tak ternilai. Sebagai bukti bahwa islam datang dengan membangun peradaban. Tak terkecuali kisah tentang masuknya islam di bumi fir'aun.
Masjid Amr bin Ash. masjid ini dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 21 H/641 M ketika menyebarkan islam di mesir.
Masjid yang terletak di kota fustat ini adalah masjid pertama yang didirikan di mesir, bahkan di benua afrika.
Selain masjid Amr bin Ash, masjid ini juga seing disebut: masjid Al-Fath, Taj al-Jawami', al-Jami' al-'atiq.
Fustat dipilih sebagai tempat yang tepat untuk berdirinya masjid, karena posisinya yang strategis. Ia terletak di delta sungai nil, tepat di timur laut sungai kebanggan rakyat mesir itu. Atau sekitar 2 mil dari kota kairo.
Fustat adalah daerah yang subur. Air dan bahan makanan dapat diperoleh dengan mudah. meski demikian, tidak ada bangunan yang menancap disana kecuali sisa-sia benteng tentara babilon dan gereja gantung.
Jarak antara masjid dan gereja yang saling berdekatan, mengisyaratkan bahwa islam datang dengan damai dan membawa pesan kedamaian.
Masjid Amr bin Ash dulunya hanya sebuah bangunan kecil. Konon panjang bangunannya sekitar 50 dzira' dan luas 30 dzira', dilengkapi dengan 6 buah pintu besar yang nyaris tanpa ornamen. Lantainya pun masih beralaskan pasir coklat yang kasar.
Keadaan seperti ini berlangsung sampai tahun 53 H/ 672 M. ketika itu mesir dibawah gubernur Maslamah bin Mukhlad al-Anshary (sebelum Khalifah mu'awiyah bin abi sofyan). Masjid sederhana itu penuh sesak dengan jama'ah. Merekapun mengadukan hal itu pada gubernur Maslamah bin Mukhlad al-Anshari.
Tak lama berselang, sang gubernur melayangkan surat kepada khalifah Mu'awiyah. Akhirnya Khalifah mu'awiyah menyambut dengan baik pengaduan itu dan memerintahkan untuk memperlebar bangunan masjid sebelah timur sampai batas kediaman Amr bin Ash.
Pada masa ini Masjid Amr bin Ash mulai bersolek dan mempercantik diri.
Al-Maqrizi menyebutkan bahwa sejak surat tersebut dilayangkan, perhatian damaskus terhadap masjid Amr bin Ash semakin besar. Sejumlah kas negara terus-menerus mengalir. Dinding, langit-langit dan pintu masjidpun akhirnya terukir. Ornament-ornamen khas suasana arab menghiasi tiang-tiang yang berdiri gagah. Lampu-lampu minyak bergantungan menambah suasana masjid menjadi indah dan terlihat megah.
Pasir yang dulu menjadi tempat bersimpuh para jamaah, kini berubah menjadi permadani yang halus dan nyaman.
Khalifah Muawiyah juga memerintahkan untuk membangun empat menara yang menjulang tinggi di masjid kota fustat. Sebagai tempat penyeru ketika adzan dikumandangkan.
Model bangunan menara, sebenarnya adalah cirri khas bangunan suci kerajaan romawi di damaskus. Kemudian diadopsi oleh para arsitek dinasti Umayyah setelah kerajaan romawi dikalahkan oleh tentara islam. Setelah mengalami akulturasi budaya, akhirnya, menara-menara banyak menghiasi masjid peninggalan dinasti arab-islam.
Perluasan kedua.
ketika Abdul Aziz bin Marwan memangku jabatan gubernur Mesir, ia berinisiatif untuk memperluas bangunan masjid di sebelah barat. Sebab bagian timur masjid sudah tidak memungkinkan untuk perluasan.
Lalu ketika Abdullah bin Marwan menjadi gubernur mesir (89 H), ia memerintahkan untuk meninggikan atap masjid. atap masjid yang lama dirasa terlalu rendah. Sehingga para jamaah yang berpostur tinggi seringkali menundukkan kepala ketika memasuki masjid.
Pada tahun 93 H, walid bin Abdul Malik memerintahkan qurrah bin Syarik al-Abbasi seorang arsitek untuk meratakan dan membangun ulang masjid Amr bin Ash. sang arsitek juga membangun mihrab dengan mengadopsi desain mihrab Masjid Nabawi yang dibangun oleh Umar bin Abdul aziz. Yaitu mihrab pertama kali yang dalam sejarah bangunan masjid umat islam. Umar bin Abdul Aziz menjadikan tempat sujud Nabi Muhammad sebagai mihrab yang kemudian diadopsi oleh masjid-masjid di seluruh dunia.
Pada masa dinasti abbasiyah, Shalih bin ali, gubernur mesir ketika membangun 40 tiang tambahan untuk menyangga bangunan masjid yang dibangun dengan megah. Ia juga menambahkan ornament-ornamen tertentu pada gerbang utama masjid menambah keindahan dan menjadi bukti masa keemasan dinasti Abbasiyyah.
Begitu seterusnya, Masjid Amr bin Ash mengalami perbaikan dan perluasan dibawah pengawasan para gubernur yang memangku wilayah Mesir. Sampai pada kekhalifahan Ma'mun,  gubernur Mesir Abdullah bin thahir memperluas bangunan Masjid ini hingga mencapai 120 x 112,5 M. dan sampai sekarang masjid tidak pernah mengalami perluasan lagi, kecuali hanya renovasi dan peremajaan bangunan yang sudah rapuh.
Abdullah bin Thahir juga memasang papan hijau bertuliskan ayat-ayat al-Qur'an terpampang di atas bangunan masjid. ia juga membangun tempat wudhu dan minum bagi para jamaah yang berkunjung di masjid. tempat wudhu tersebut terletak tepat ditengah-tengah masjid.
Jika dicernati sisi depan masjid, kita akan menemukan sebuah garis yang memanjang dari awal gerbang pintu tengah dan berujung di dinding di atas mihrab yang sekarang bediri. Garis tersebut sebagai penanda yang membagi masjid menjadi dua bagian. Bagian pertama yang membujur ke bagian selatan adalah perluasan bangunan yang dibangun oleh Abdullah bin Thahir. Sedangkan bagian yang membentang luas di sisi utara adalah luas asli masjid sebelum proyek perluasan oleh Abdullah bin Thahir tahun 212 H.
Pada masa dinasti Thuluniyah, sebagian besar perluasan yang dibangun Abdyullah bin Thahir pernah mengalami kebakaran termasuk ruwaq di bawah papan hijau (Al-Lauh al-Akhdar). Lalu Khumariyyah bin Ahmad bin thulun memerinahkan untuk membnagun ulang sebagaimana dulu. Pembangunan tersebut menelan biaya sekitar  6400 Dinar. Sebagai bukti peresmian, Khumariyyah menuliskan namanya di sekitar ruwaq berdampingan dengan papan hijau.
Pada masa al-Ikhsidiyyah, masjid Amr bin Ash benar menjadi perhatian utama pemerintah. Dana ribuan dinar dikucurkn untuk menghiasi tiang-tiang masjid dengan ornament-ornamen dari emas dan perak. Ayat-ayat Al-Qur'an ditulis pada dinding-dinding masjid dengan tinta emas. Bahkan Abdullah Al-Maqdisi seorang yang telah berkelana mengelilingi tanah arab menyebutkan bahwa Masjid Amr bin Ash lebih besar dan megah di banding Masjid umayyah di damaskus. Ia juga menjadi bangunan paling mewah yang ada di mesir.
Meskipun era Fathimiyyah masjid resmi pemerintah berpindah ke masjid Al-Azhar, tidak semerta melupakan masjid Amr bin Ash. Al-Maqrizi menuturkan bahwa khalifah al-Aziz billah memerintahkan untuk menyiapkan dana khusus guna perawatan masjid ini.
Sehingga pada tahun 487 H, seluruh atap masjid Amr bin Ash diganti dengan kayu. Pengecatanpun dilakukan berulang-ulang untuk menjaga keelokan masjid.
Masa fatimiyyah mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu, mihrab masjid selalu bertuliskan nama khalifah yang memerintah. Mihrab itu pun terus berganti seiring dengan pergantian khalifah. Diantara mihrab-mihrab tersebut ada 3 mihrab yang masih tersisa dan di abadikan di museum peninggalan-peninggalan islam di Kairo.
Pada masa ini pun, konon ada sekitar 1982 mushaf yang ditulis dengan tinta emas berjajar rapi di rak-rak yang menempel dinding Masjid Amr bin Ash.
Setiap perayaan keagamaan, lebih dari 700 lentera menghiasi seluruh ruangan masjid. dengan lantai beralaskan permadani kualitas terbaik kala itu. Sedangkan pada malam-malam biasa tak kurang dari 100 lentera yang menerangi sisi gelap masjid Amr bin Ash.
Masjid Amr bin Ash terbakar
Pada tahun 564 H masyarakat fustat membakar kota tersebut. Hal ini dilakukan agar pasukan salib tidak sampai menduduki dan menguasai kota fustat. Selama 54 hari, api membara di tengah-tengah kota dan meruntuhkan semua bangunan megah yang pernah berdiri. Diantaranya adalah Masjid Amr bin Ash.
Setelah Shalahuddin Al-Ayyubi mengalahkan tentara salib, kebijakan pertama yang dikeluarkan adalah membangun kembali masjid Amr bin Ash tahun 568 H. puluhan ribu dinar disiapkan untuk membangun kembali masjid kebanggaan masyarakat mesir itu.
Masjid pun akhirnya bisa berdiri seperti sedia kala, dengan mihrab yang megah, dinding penuh dengan khat ayat-ayat al-Qur'an dan tiang-tiang berhias dengan ornament dari emas.  Dan sebagai peresmian secara simbolik, Shalahuddin Al-ayubi menuliskan namanya pada papan yang berada diatas pintu gerbang masjid.
Begitu seterusnya, hingga kekhalifahan berada di tangan dinasti mameluk lalu dinasti usmani masjid ini terus mengalami perbaikan. Sampai datang kolonialis perancis yang menduduki mesir. Keadaan masjid Amr bin Ash tak jauh beda dengan masjid-masjid yang lain. Semua berada diambang kehancuran. Ornament-ornamen hiasan masjid dan atap-atap kayu di curi. Tak luput batu-batu besar yang menyangga bangunan masjid juga dirampas. Bahkan, konon masjid ini hamper roboh.
Pasca kolonialisme berakhir baru kemudian masjid Amr bin Ash mengalami perbaikan. sampai sekarang masjid ini menjadi masjid kebanggaan rakyat mesir. Dan menjadi symbol sejarah masuknya islam di bumi Afrika.
Sejarah mimbar masjid
Setelah masjid berdiri, Amr bin Ash memerintahkan untuk membuat mimbar sebagai tempat khatib menyampaikan khutbah.
Dalam laporan tertulisnya kepada khalifah Umar bin Khattab, Amr bin Ash menuliskan perihal mimbar yang ia buat. Lalu Khalifah Umar mengirim surat yang berisi: tidakkah cukup kau menyampaikan khutbah berdiri, dan jamaah duduk bersila dibawahmu?!
Sejak balasan itu, Amr bin Ash tidak pernah lagi menggunakan mimbar. Bahkan memerintahkan untuk menghancurkannya.
Namun, setelah khalifah Umar wafat, mimbar masjid Amr bin Ash kembali digunakan.
Pada tahun 93 H, khalifah walid bin Abdul malik memerintahkan untuk mengganti mimbar yang dibuat pada Amr bin Ash dengan mimbar yang baru. Pada saat itu, hanya masjid Amr bin Ash yang menggunakan mimbar sebagai tempat khutbah. Masjid yang lain hanya menggunakan tongkat yang dipegang oleh sang khatib kala ia menyampaikan khutbah.
Sampai datang masa Abdul malik bin Musa bin Nusair memerintah mesir. Ia memerintahkan agar semua masjid dibuatkan mimbar khusus sebagaimana mimbar masjid Amr bin Ash.
Tradisi mimbar ini kemudian diikuti oleh masjid-masjid agung yang berada di kawasan benua Afrika seperti Masjid Ahmad bin Thulun, Masjid Al-Azhar, Masjid al-Zaitunah di Tunis dan Masjid Qairuwan.
Di atas mimbar keramat ini, konon ulama-ulama setingkat Imam Syafi'I, imam al-Laits bin Sa'd, Izzuddin bin Abdissalam Ibn Hisyam dan Ibn Hajar Al-Asqalani menyampaikan wejangan-wejangan pelepas dahaga kalbu.
Adapun di ruangan khusus perempuan, disana ada Sayyidah Nafisah yang dengan sangat telaten mengajarkan A-Qur'an dan ajaran islam. serta menjadi tempat mengadu kaum hawa kala itu.
Tidak hanya itu, berawal dari ceramah-ceramah di atas mihrab para pelajar dan santri berkumpul di masjid Amr bin Ash membentuk halaqah ilmiyah yang dipandu oleh seorang syeikh (Syeikh Al-'Amud). Kelak, tradisi inilah yang digunakan di masjid Al-Azhar (400 tahun setelah berdirinya Masjid Amr bin Ash) yang berkembang pesat sampai sekarang dan bahkan menjadi kiblat ulama sunni di dunia.
Namun ada perbedaan yang mencolok antara tradisi keilmuwan di masjid Amr bin Ash dengan Masjid Al-Azhar. Halaqah yang diadakan di masjid Amr bin Ash tidak mendapatkan dana dari pemerintah. Syeikh-syeikh yang mengajar di sana tidak mendapatkan gaji dari pemerintah. Ia lebih seperti lembaga pendidikan yang non formal.
Berbeda dengan Masjid Al-Azhar, Pemerintah menyiapkan dana khusus untuk mendorong perkembangan pendidikan yang di selenggarakan di masjid Al-Azhar. Dan membangun perpustakaan yang sangat besar kala itu di masjid Al-Azhar.
Di masjid Amr bin Ash mereka menyebutnya Zawiyah. Konon istilah ini muncul karena para para masyayikh yang berasal dari kaum sufi, mutakallim dan fuqaha duduk bersandar di bagian-bagian tembok masjid.
Sedangkan di Al-Azhar para masyayikh duduk bersandar di tiang-tiang masjid dan di kelilingi oleh para murid. Sehingga mereka menyebutnya dengan istilah halaqah.
Masjid Amr bin Ash mempunyai beberapa zawiyah tempat mengajar setiap zawiyah dikelola dan di biayai oleh wakaf orang tertentu, diantaranya:
1. Zawiyah Al-Imam Al-Syafi'i. konon dulu imam syafii pernah mengajar di zawiyah ini. Sehingga namanya di abadikan menjadi nama zawiyah. Dikelola dengan harta wakaf sultan Utsman bin shalahuddin al-Ayyubi
2. zawiyah al-Majdiyah. Terletak di bagian depan masjid di samping mihrab inti. Dikelola dengan harta wakaf Majd al-Din Asyraf musa bin al-Adil seorang menteri dan saudara Shalahuddin Al-Ayubi
3. Zawiyah al-Kamaliyah, terletak di samping pintu masjid. dikelola dengan harta wakaf kamaluddin al-Samnudi
4. Zawiyah Al-Shahibiyyah, dikelola oleh tajuddin bin hanna. Zawiyah ini mempunyai dua halaqah: mengajarkan mazhab syafii dan yang lain madzhab maliki.
5.Zawiyah Al-Tajiah. Dikelola dengan harta wakaf Tajuddun al-Sathahi
6. Zawiyah Al-'Alaiyyah,  dikelola oleh harta wakaf 'Alauddin al-Dhariri. Zawiyah ini digunakan untuk melantuntan Al-Qur'an pada momen-momen tertentu.
7. Zawiyah Al-Zainiyyah, dikelola oleh Zainuddin.

Sunday 23 December 2012

Melihat kota mati lewat film dokumenter bikinan Mahasiswa Indonesia di Mesir




Kota mati atau yang lebih di kenal dengan sebutan city of the dead terletak di bawah bukit Muqattam pinggiran ibu kota Kairo. Sebuah area perkuburan yang sangat luas yang masih aktif sebagai tempat pemakaman hingga saat ini.
Meskipun sebuah area pemakaman, city of the dead jauh dari kata angker, bahkan tidak sedikit orang Mesir yang tinggal disamping kuburan bahkan ada juga yang tinggal diatasnya.
selain itu di area pemakaman tersebut, juga banyak terdapat bangunan-bangunan bersejarah peninggalan dinasti mamalik yang pernah menguasai mesir selama ratusan tahun.
Di Mesir, beberapa mahasiswa Indonesia yang mempunyai hoby jalan-jalan, penggemar fotografi serta pecinta sejarah mencoba untuk berbagi cerita lewat film dokumenter, film yang berdurasi kurang lebih setengan jam tersebut menceritakan sejarah para sultan dinasti mamalik serta menjelaskan keindahan konstruksi bangunan-bangunan bernilai sejarah yang sangat tinggi di pemakaman Kairo sebelah utara.
Film ini sebagai penawar rindu bagi orang-orang yang pernah singgah ke Mesir sertaTombo Pengen bagi orang-orang yang mengidam-idamkan untuk berkunjung ke Mesir.
Dalam pembuatan film tersebut sering menghadapi kendala-kendala, salah satunya seperti harus mengambil gambar sebanyak tiga kali : Pertama, size gambar terlalu kecil akibat salah pengaturan kamera. Kedua, gambar terlalu sedikit karena ada beberapa lokasi yang tutup saat itu, Ketiga, melengkapi gambar yang masih kurang.
Juga mengalami kejadian lucu, seperti: harus berlari-larian karena dikejar anjing, salah satu dari tim ada yang terkencing-kencing karena dilokasi tidak ada kamar mandi dan ada yang kehilangan handpone meski jadul.
Selain membuat film dokumenter, mereka-mereka juga membuat website untuk menampung bahan-bahan mentah yang akan dijadikan film serta diisi liputan-liputan selama pengambilan gambar.
Adapun filmnya sudah di upload di Youtube dan linknya ada dibawah ini :

Friday 7 December 2012

Mausoleum Sultan Faraj, Gaya Arsitektur Mamluk (4-Habis)



Struktur Simetris Al-Faraj
Salah satu aspek yang paling menarik dari struktur bangunan Khanqah ini adalah tidak adanya pembatasan terhadap ruang-ruang yang terdapat pada bangunan tersebut, sehingga sang arsitek mampu untuk merancang sebuah struktur bangunan yang sangat simetris berukuran besar.


Bangunan yang tampak berdiri sendiri ini terlihat menarik dengan adanya dua buah pintu gerbang berhiaskan tiga buah pelengkung pada bagian sisi barat daya dan utara. Posisi kedua pintu gerbang yang berada di bawah menara membuat simetrisitas bangunan menjadi semakin kuat. 



Selain itu, dua buah sabil-kuttab ditempatkan di sisi barat dan selatan bangunan Khanqah. Sabil-kuttab merupakan tempat singgah dan peristirahatan bagi para pelancong yang melewati kawasan itu.



Sebuah anak tangga terdapat pada bagian dinding menara. Para pengunjung bisa mencapai bagian atas menara kembar ini melalui anak tangga tersebut. Dari atas menara ini kita bisa menyaksikan pemandangan indah—selain pemandangan pemakaman—yang terhampar di sekeliling bangunan Khanqah.



Di sisi utara kompleks Khanqah Sultan Faraj Ibnu Barquq ini terdapat sebuah lorong beratap yang bagian ujungnya berakhir di makam ayah Sultan Barquq, yakni Anas.

Para sejarawan arsitektur memperkirakan lorong tersebut mungkin dimaksudkan sebagai ruang shalat. Pada bagian tempat shalat ini terdapat kubah kecil, runcing di bagian puncak, menandai adanya mihrab di bawahnya.


Bangunan makam yang terdapat di sisi kiri dan kanan ruang shalat ini berdenah bujur sangkar dan beratap kubah dengan ukuran yang jauh lebih besar dari kubah di atas mihrab. Dinding luar kubah dihias dengan garis-garis sejajar dengan pola patah-patah. 



Pola tersebut terbilang unik dan tidak pernah ditemukan pada bangunan kubah di tempat lain. Tumpuan kubah berbentuk segi delapan, bertingkat-tingkat seperti tangga pada sudutnya. Pada sekeliling dinding kubah bagian bawah terdapat jendela.



Pada 1403, sebagaimana diuraikan George Michell dalam bukunya “Architecture of the Islamic World: North Africa and Sicily”, karena kekacauan politik yang melanda Kairo berdampak langsung pada masalah ekonomi dan keuangan pemerintahan Dinasti Mamluk, dekorasi dalam kompleks banyak yang tidak dapat diselesaikan.



Namun, setelah penguasa Mamluk berhasil mengatasi kekacauan tersebut, penambahan hiasan dan dekorasi khas bangunan-bangunan di Kairo pada bagian dinding bangunan Khanqah ini dapat dilanjutkan.


Thursday 6 December 2012

Mausoleum Sultan Faraj, Gaya Arsitektur Mamluk (3)


Pembangunan kompleks Khanqah Sultan Faraj Ibnu Barquq dimulai pada 1400 Masehi, namun karena situasi dan kondisi politik di dalam negeri pada masa itu yang penuh gejolak membuat proses pembangunan Khanqah ini baru selesai pada 1411 M.
  
Meski pembangunan Khanqah ini baru rampung pada 1411, namun menurut sejarawan abad kelima belas, Al-Maqrizi, bangunan Khanqah tersebut sudah diresmikan pada 1410. Peresmian tersebut dihadiri oleh empat puluh orang pengikut sufisme.   


Bangunan Khanqah ini memiliki dua buah menara kembar, kubah raksasa kembar, dan dua buah pintu masuk kembar yang tepat berada di kedua sisi ujung kanan dan kiri bangunan. 



Keseluruhan model dan corak bangunan bersejarah ini, jelas Abaza, mengedepankan gaya Arsitektur Mamluk Bahri yang banyak diadopsi oleh para ahli rancang bangun di zaman Mamluk Burji pertengahan.  



Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang bertajuk “Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim” memaparkan, Khanqah Faraj Ibnu Barquq terdiri dari satu unit bangunan besar yang berdiri sendiri. 



Bangunan tersebut berbentuk simetris berdenah bujur sangkar dengan ukuran 73 X 73 meter persegi. Tata letak bangunan mengedepankan pola hypostyle dengan sahn (halaman dalam) pada bagian tengah, juga berdenah bujur sangkar.



Empat buah iwan mengelilingi sahn, masing-masing lebarnya hampir sama. Sahn dikelilingi oleh kolom-kolom dengan pelengkung-pelengkung di atasnya (arcade).

Pelengkung-pelengkung tersebut tidak patah, sama dengan pelengkung model Romawi. Tepat di bagian tengah sahn terdapat tempat wudhu, yang merupakan tipikal kompleks semireligius di Kairo pada masa itu.  


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India