Sunday 23 December 2012

Melihat kota mati lewat film dokumenter bikinan Mahasiswa Indonesia di Mesir




Kota mati atau yang lebih di kenal dengan sebutan city of the dead terletak di bawah bukit Muqattam pinggiran ibu kota Kairo. Sebuah area perkuburan yang sangat luas yang masih aktif sebagai tempat pemakaman hingga saat ini.
Meskipun sebuah area pemakaman, city of the dead jauh dari kata angker, bahkan tidak sedikit orang Mesir yang tinggal disamping kuburan bahkan ada juga yang tinggal diatasnya.
selain itu di area pemakaman tersebut, juga banyak terdapat bangunan-bangunan bersejarah peninggalan dinasti mamalik yang pernah menguasai mesir selama ratusan tahun.
Di Mesir, beberapa mahasiswa Indonesia yang mempunyai hoby jalan-jalan, penggemar fotografi serta pecinta sejarah mencoba untuk berbagi cerita lewat film dokumenter, film yang berdurasi kurang lebih setengan jam tersebut menceritakan sejarah para sultan dinasti mamalik serta menjelaskan keindahan konstruksi bangunan-bangunan bernilai sejarah yang sangat tinggi di pemakaman Kairo sebelah utara.
Film ini sebagai penawar rindu bagi orang-orang yang pernah singgah ke Mesir sertaTombo Pengen bagi orang-orang yang mengidam-idamkan untuk berkunjung ke Mesir.
Dalam pembuatan film tersebut sering menghadapi kendala-kendala, salah satunya seperti harus mengambil gambar sebanyak tiga kali : Pertama, size gambar terlalu kecil akibat salah pengaturan kamera. Kedua, gambar terlalu sedikit karena ada beberapa lokasi yang tutup saat itu, Ketiga, melengkapi gambar yang masih kurang.
Juga mengalami kejadian lucu, seperti: harus berlari-larian karena dikejar anjing, salah satu dari tim ada yang terkencing-kencing karena dilokasi tidak ada kamar mandi dan ada yang kehilangan handpone meski jadul.
Selain membuat film dokumenter, mereka-mereka juga membuat website untuk menampung bahan-bahan mentah yang akan dijadikan film serta diisi liputan-liputan selama pengambilan gambar.
Adapun filmnya sudah di upload di Youtube dan linknya ada dibawah ini :

Friday 7 December 2012

Mausoleum Sultan Faraj, Gaya Arsitektur Mamluk (4-Habis)



Struktur Simetris Al-Faraj
Salah satu aspek yang paling menarik dari struktur bangunan Khanqah ini adalah tidak adanya pembatasan terhadap ruang-ruang yang terdapat pada bangunan tersebut, sehingga sang arsitek mampu untuk merancang sebuah struktur bangunan yang sangat simetris berukuran besar.


Bangunan yang tampak berdiri sendiri ini terlihat menarik dengan adanya dua buah pintu gerbang berhiaskan tiga buah pelengkung pada bagian sisi barat daya dan utara. Posisi kedua pintu gerbang yang berada di bawah menara membuat simetrisitas bangunan menjadi semakin kuat. 



Selain itu, dua buah sabil-kuttab ditempatkan di sisi barat dan selatan bangunan Khanqah. Sabil-kuttab merupakan tempat singgah dan peristirahatan bagi para pelancong yang melewati kawasan itu.



Sebuah anak tangga terdapat pada bagian dinding menara. Para pengunjung bisa mencapai bagian atas menara kembar ini melalui anak tangga tersebut. Dari atas menara ini kita bisa menyaksikan pemandangan indah—selain pemandangan pemakaman—yang terhampar di sekeliling bangunan Khanqah.



Di sisi utara kompleks Khanqah Sultan Faraj Ibnu Barquq ini terdapat sebuah lorong beratap yang bagian ujungnya berakhir di makam ayah Sultan Barquq, yakni Anas.

Para sejarawan arsitektur memperkirakan lorong tersebut mungkin dimaksudkan sebagai ruang shalat. Pada bagian tempat shalat ini terdapat kubah kecil, runcing di bagian puncak, menandai adanya mihrab di bawahnya.


Bangunan makam yang terdapat di sisi kiri dan kanan ruang shalat ini berdenah bujur sangkar dan beratap kubah dengan ukuran yang jauh lebih besar dari kubah di atas mihrab. Dinding luar kubah dihias dengan garis-garis sejajar dengan pola patah-patah. 



Pola tersebut terbilang unik dan tidak pernah ditemukan pada bangunan kubah di tempat lain. Tumpuan kubah berbentuk segi delapan, bertingkat-tingkat seperti tangga pada sudutnya. Pada sekeliling dinding kubah bagian bawah terdapat jendela.



Pada 1403, sebagaimana diuraikan George Michell dalam bukunya “Architecture of the Islamic World: North Africa and Sicily”, karena kekacauan politik yang melanda Kairo berdampak langsung pada masalah ekonomi dan keuangan pemerintahan Dinasti Mamluk, dekorasi dalam kompleks banyak yang tidak dapat diselesaikan.



Namun, setelah penguasa Mamluk berhasil mengatasi kekacauan tersebut, penambahan hiasan dan dekorasi khas bangunan-bangunan di Kairo pada bagian dinding bangunan Khanqah ini dapat dilanjutkan.


Thursday 6 December 2012

Mausoleum Sultan Faraj, Gaya Arsitektur Mamluk (3)


Pembangunan kompleks Khanqah Sultan Faraj Ibnu Barquq dimulai pada 1400 Masehi, namun karena situasi dan kondisi politik di dalam negeri pada masa itu yang penuh gejolak membuat proses pembangunan Khanqah ini baru selesai pada 1411 M.
  
Meski pembangunan Khanqah ini baru rampung pada 1411, namun menurut sejarawan abad kelima belas, Al-Maqrizi, bangunan Khanqah tersebut sudah diresmikan pada 1410. Peresmian tersebut dihadiri oleh empat puluh orang pengikut sufisme.   


Bangunan Khanqah ini memiliki dua buah menara kembar, kubah raksasa kembar, dan dua buah pintu masuk kembar yang tepat berada di kedua sisi ujung kanan dan kiri bangunan. 



Keseluruhan model dan corak bangunan bersejarah ini, jelas Abaza, mengedepankan gaya Arsitektur Mamluk Bahri yang banyak diadopsi oleh para ahli rancang bangun di zaman Mamluk Burji pertengahan.  



Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang bertajuk “Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim” memaparkan, Khanqah Faraj Ibnu Barquq terdiri dari satu unit bangunan besar yang berdiri sendiri. 



Bangunan tersebut berbentuk simetris berdenah bujur sangkar dengan ukuran 73 X 73 meter persegi. Tata letak bangunan mengedepankan pola hypostyle dengan sahn (halaman dalam) pada bagian tengah, juga berdenah bujur sangkar.



Empat buah iwan mengelilingi sahn, masing-masing lebarnya hampir sama. Sahn dikelilingi oleh kolom-kolom dengan pelengkung-pelengkung di atasnya (arcade).

Pelengkung-pelengkung tersebut tidak patah, sama dengan pelengkung model Romawi. Tepat di bagian tengah sahn terdapat tempat wudhu, yang merupakan tipikal kompleks semireligius di Kairo pada masa itu.  

Wednesday 5 December 2012

Mausoleum Sultan Faraj, Gaya Arsitektur Mamluk (2)



Shela S Blair dan Jonathan M Bloom dalam bukunya “The Art and Architecture of Islam” mengungkapkan, lokasi yang dipilih Faraj untuk mendirikan kompleks megah tersebut pada awalnya merupakan sebuah lapangan pacuan kuda (hippodrome). 

Kemudian, pada zaman Mamluk awal, lahan tersebut dialihfungsikan menjadi tempat pemakaman bagi para sufi. 

Lokasinya yang jauh dari pusat keramaian, kata Blair, membuat para imam sufi kerap menyepi dan mengasingkan diri ke tempat tersebut. Mereka pun kemudian memutuskan untuk mendirikan sebuah tempat khusus untuk melakukan ritual tasawuf.

Ketika Faraj naik tahta dan berkuasa, ia berusaha membangun kembali tempat tersebut agar menjadi sebuah kompleks bangunan dengan berbagai macam fungsi. 

Saat proyek ini dimulai, ia memerintahkan membangun pemukiman luas, termasuk tempat-tempat pemandian, pabrik roti, penggilingan gandum, tempat menginap para musafir, dan sebuah pasar (bazar).

Namun, di antara berbagai bangunan tersebut, yang masih berdiri hingga saat ini hanyalah Khanqah Sultan Faraj Ibnu Barquq, sebuah kompleks bangunan megah yang dikenal dengan pada zaman Mamluk, yang diperuntukkan bagi tempat tinggal para sufi.

Dalam tulisannya yang bertajuk “The Khanqah and Mausoleum of Sultan Faraj Ibn Barquq”, Ismail Abaza memaparkan, kompleks pemukiman para sufi ini sengaja dibangun oleh Sultan Faraj dalam rangka memenuhi keinginan sang ayah untuk dimakamkan di dekat makam para sufi di wilayah Kairo Utara.


Sumber : www.republika.co.id

Tuesday 4 December 2012

Mausoleum Sultan Faraj, Gaya Arsitektur Mamluk (1)


Mesir dikenal sebagai negeri yang memiliki peradaban tertinggi di dunia. Bahkan, sejak dulu, negeri para Firaun ini sudah menghasilkan peradaban yang maju.
Hal itu pula yang akhirnya memantapkan umat Islam saat menguasai negeri seribu menara ini.


Pada masa Islam, negeri Mesir sempat dikuasai oleh sejumlah dinasti. Mulai dari dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah, hingga Turki Usmani. Bahkan ketika berdiri, sejumlah peradaban dinasti kecil pun yang ada di Mesir tetap berdiri kokoh.


Salah satu dinasti kecil yang mampu menguasai Mesir adalah Dinasti Mamluk. Dinasti ini menjadikan Kairo sebagai pusat kekuasaannya.
Bahkan, ketika berhasil memukul mundur pasukan Timur Lenk, Kairo semakin mantap menjadi pusat kekuatan Mamluk. 


Sang pemimpin, yakni Az-Zahir Saifuddin Barquq, dalam waktu singkat berhasil membangun pusat pemerintahan Dinasti Mamluk di Kairo, sekaligus menjadi penguasa Mamluk pertama.


Seperti halnya dinasti Islam yang pernah berkuasa di Kairo, Mamluk juga banyak meninggalkan peninggalan-peninggalan sejarah berupa bangunan-bangunan megah berarsitektur indah. Salah satunya adalah Khanqah Sultan Faraj Ibnu Barquq.


Sebagai penguasa Mamluk di Kairo, Barquq membangun sebuah mausoleum (kompleks pemakaman mewah) yang diperuntukkan bagi keluarga dan keturunannya.
Karena keterbatasan lahan, sepeninggal Barquq salah seorang anaknya yang bernama Faraj berinisiatif untuk mendirikan sebuah kompleks (bangunan) yang luar biasa besarnya di luar kota Kairo bagian utara.

Sunday 2 December 2012

[FOTO] Tari Sufi



Tari sufi merupakan karya seorang filsuf dan penyair ternama dari Turki, yaitu Maulana Jalaluddin Rumi. Tari ini merupakan bentuk ekspresi dari rasa cinta yang mendalam, kasih dan sayang seorang hamba kepada Tuhan dan Rasulnya.
Gerakan tubuh yang memutar berlawanan dengan arah jarum jam mengikuti alunan musik, dimana semakin lama, putaran itu semakin cepat. kostum tari dengan rok lebar yang mereka kenakan berkibar indah. Umumnya tarian sufi dilakukan pria secara kelompok, sebagai ekspresi seorang pencari Tuhan saat bertemu dengan sang kekasih, perasaan yang meletup-letup adalah wujud gerak dalam bentuk tari.
Memang, tari sufi lebih dikenal dengan tari khas Turki, tapi di Mesir juga ada tari sufi yang gerakan tidak jauh beda, tapi dengan warna pakaian sedikit bermotif khas Mesir tidak putih polos seperti yang dienakan oleh penari Turki.



Saturday 1 December 2012

[FOTO] City Of The Dead (Qorrofah)


Dipinggiran ibu kota Kairo terdapat area pemakaman yang sangat luas, kawasan yang membentang di bawah bukit Mukattam ini lebih dari Enam kilo luasnya dan biasa disebut City Of The Dead.
Selain City Of The Dead, penduduk disana juga menyebutnya Qorrofah Kubro, sebuah nama kabilah dari Yaman yang datang pada waktu sahabat Amr Bin Ash menaklukan Mesir.
Sudah menjadi tradisi bahwa Dinasti Mamalik di Mesir menjadikan kawasan luas ini sebagai kuburan bagi sultan dan amir-amirnya, bukan hanya itu, mereka juga membangun Masjid, tempat belajar (Madrasah), bangunan antik untuk menyepi para sufi (Khanqah). Dan Menjadikan tempat ini layaknya kumpulan Istana-Istana yang megah nan Indah.
Namun, sebelum dinasti mamluk berkuasa, lokasi ini pada awalnya merupakan sebuah lapangan pacuan kuda (hippodrome). Kemudian, pada zaman Mamluk awal, lahan tersebut dialih fungsikan menjadi tempat pemakaman bagi para sufi.
Lokasinya yang jauh dari pusat keramaian, membuat para imam sufi kerap menyepi dan mengasingkan diri ke tempat tersebut. Mereka pun kemudian memutuskan untuk mendirikan sebuah tempat khusus untuk melakukan ritual tasawuf. Sejak itu area ini juga menjadi tempat pemakaman hingga saat ini.










 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India