Saturday 23 February 2013

Masjid Amr bin Ash


Peradaban islam masa lalu selalu meninggalkan warisan yang tak ternilai. Sebagai bukti bahwa islam datang dengan membangun peradaban. Tak terkecuali kisah tentang masuknya islam di bumi fir'aun.
Masjid Amr bin Ash. masjid ini dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 21 H/641 M ketika menyebarkan islam di mesir.
Masjid yang terletak di kota fustat ini adalah masjid pertama yang didirikan di mesir, bahkan di benua afrika.
Selain masjid Amr bin Ash, masjid ini juga seing disebut: masjid Al-Fath, Taj al-Jawami', al-Jami' al-'atiq.
Fustat dipilih sebagai tempat yang tepat untuk berdirinya masjid, karena posisinya yang strategis. Ia terletak di delta sungai nil, tepat di timur laut sungai kebanggan rakyat mesir itu. Atau sekitar 2 mil dari kota kairo.
Fustat adalah daerah yang subur. Air dan bahan makanan dapat diperoleh dengan mudah. meski demikian, tidak ada bangunan yang menancap disana kecuali sisa-sia benteng tentara babilon dan gereja gantung.
Jarak antara masjid dan gereja yang saling berdekatan, mengisyaratkan bahwa islam datang dengan damai dan membawa pesan kedamaian.
Masjid Amr bin Ash dulunya hanya sebuah bangunan kecil. Konon panjang bangunannya sekitar 50 dzira' dan luas 30 dzira', dilengkapi dengan 6 buah pintu besar yang nyaris tanpa ornamen. Lantainya pun masih beralaskan pasir coklat yang kasar.
Keadaan seperti ini berlangsung sampai tahun 53 H/ 672 M. ketika itu mesir dibawah gubernur Maslamah bin Mukhlad al-Anshary (sebelum Khalifah mu'awiyah bin abi sofyan). Masjid sederhana itu penuh sesak dengan jama'ah. Merekapun mengadukan hal itu pada gubernur Maslamah bin Mukhlad al-Anshari.
Tak lama berselang, sang gubernur melayangkan surat kepada khalifah Mu'awiyah. Akhirnya Khalifah mu'awiyah menyambut dengan baik pengaduan itu dan memerintahkan untuk memperlebar bangunan masjid sebelah timur sampai batas kediaman Amr bin Ash.
Pada masa ini Masjid Amr bin Ash mulai bersolek dan mempercantik diri.
Al-Maqrizi menyebutkan bahwa sejak surat tersebut dilayangkan, perhatian damaskus terhadap masjid Amr bin Ash semakin besar. Sejumlah kas negara terus-menerus mengalir. Dinding, langit-langit dan pintu masjidpun akhirnya terukir. Ornament-ornamen khas suasana arab menghiasi tiang-tiang yang berdiri gagah. Lampu-lampu minyak bergantungan menambah suasana masjid menjadi indah dan terlihat megah.
Pasir yang dulu menjadi tempat bersimpuh para jamaah, kini berubah menjadi permadani yang halus dan nyaman.
Khalifah Muawiyah juga memerintahkan untuk membangun empat menara yang menjulang tinggi di masjid kota fustat. Sebagai tempat penyeru ketika adzan dikumandangkan.
Model bangunan menara, sebenarnya adalah cirri khas bangunan suci kerajaan romawi di damaskus. Kemudian diadopsi oleh para arsitek dinasti Umayyah setelah kerajaan romawi dikalahkan oleh tentara islam. Setelah mengalami akulturasi budaya, akhirnya, menara-menara banyak menghiasi masjid peninggalan dinasti arab-islam.
Perluasan kedua.
ketika Abdul Aziz bin Marwan memangku jabatan gubernur Mesir, ia berinisiatif untuk memperluas bangunan masjid di sebelah barat. Sebab bagian timur masjid sudah tidak memungkinkan untuk perluasan.
Lalu ketika Abdullah bin Marwan menjadi gubernur mesir (89 H), ia memerintahkan untuk meninggikan atap masjid. atap masjid yang lama dirasa terlalu rendah. Sehingga para jamaah yang berpostur tinggi seringkali menundukkan kepala ketika memasuki masjid.
Pada tahun 93 H, walid bin Abdul Malik memerintahkan qurrah bin Syarik al-Abbasi seorang arsitek untuk meratakan dan membangun ulang masjid Amr bin Ash. sang arsitek juga membangun mihrab dengan mengadopsi desain mihrab Masjid Nabawi yang dibangun oleh Umar bin Abdul aziz. Yaitu mihrab pertama kali yang dalam sejarah bangunan masjid umat islam. Umar bin Abdul Aziz menjadikan tempat sujud Nabi Muhammad sebagai mihrab yang kemudian diadopsi oleh masjid-masjid di seluruh dunia.
Pada masa dinasti abbasiyah, Shalih bin ali, gubernur mesir ketika membangun 40 tiang tambahan untuk menyangga bangunan masjid yang dibangun dengan megah. Ia juga menambahkan ornament-ornamen tertentu pada gerbang utama masjid menambah keindahan dan menjadi bukti masa keemasan dinasti Abbasiyyah.
Begitu seterusnya, Masjid Amr bin Ash mengalami perbaikan dan perluasan dibawah pengawasan para gubernur yang memangku wilayah Mesir. Sampai pada kekhalifahan Ma'mun,  gubernur Mesir Abdullah bin thahir memperluas bangunan Masjid ini hingga mencapai 120 x 112,5 M. dan sampai sekarang masjid tidak pernah mengalami perluasan lagi, kecuali hanya renovasi dan peremajaan bangunan yang sudah rapuh.
Abdullah bin Thahir juga memasang papan hijau bertuliskan ayat-ayat al-Qur'an terpampang di atas bangunan masjid. ia juga membangun tempat wudhu dan minum bagi para jamaah yang berkunjung di masjid. tempat wudhu tersebut terletak tepat ditengah-tengah masjid.
Jika dicernati sisi depan masjid, kita akan menemukan sebuah garis yang memanjang dari awal gerbang pintu tengah dan berujung di dinding di atas mihrab yang sekarang bediri. Garis tersebut sebagai penanda yang membagi masjid menjadi dua bagian. Bagian pertama yang membujur ke bagian selatan adalah perluasan bangunan yang dibangun oleh Abdullah bin Thahir. Sedangkan bagian yang membentang luas di sisi utara adalah luas asli masjid sebelum proyek perluasan oleh Abdullah bin Thahir tahun 212 H.
Pada masa dinasti Thuluniyah, sebagian besar perluasan yang dibangun Abdyullah bin Thahir pernah mengalami kebakaran termasuk ruwaq di bawah papan hijau (Al-Lauh al-Akhdar). Lalu Khumariyyah bin Ahmad bin thulun memerinahkan untuk membnagun ulang sebagaimana dulu. Pembangunan tersebut menelan biaya sekitar  6400 Dinar. Sebagai bukti peresmian, Khumariyyah menuliskan namanya di sekitar ruwaq berdampingan dengan papan hijau.
Pada masa al-Ikhsidiyyah, masjid Amr bin Ash benar menjadi perhatian utama pemerintah. Dana ribuan dinar dikucurkn untuk menghiasi tiang-tiang masjid dengan ornament-ornamen dari emas dan perak. Ayat-ayat Al-Qur'an ditulis pada dinding-dinding masjid dengan tinta emas. Bahkan Abdullah Al-Maqdisi seorang yang telah berkelana mengelilingi tanah arab menyebutkan bahwa Masjid Amr bin Ash lebih besar dan megah di banding Masjid umayyah di damaskus. Ia juga menjadi bangunan paling mewah yang ada di mesir.
Meskipun era Fathimiyyah masjid resmi pemerintah berpindah ke masjid Al-Azhar, tidak semerta melupakan masjid Amr bin Ash. Al-Maqrizi menuturkan bahwa khalifah al-Aziz billah memerintahkan untuk menyiapkan dana khusus guna perawatan masjid ini.
Sehingga pada tahun 487 H, seluruh atap masjid Amr bin Ash diganti dengan kayu. Pengecatanpun dilakukan berulang-ulang untuk menjaga keelokan masjid.
Masa fatimiyyah mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu, mihrab masjid selalu bertuliskan nama khalifah yang memerintah. Mihrab itu pun terus berganti seiring dengan pergantian khalifah. Diantara mihrab-mihrab tersebut ada 3 mihrab yang masih tersisa dan di abadikan di museum peninggalan-peninggalan islam di Kairo.
Pada masa ini pun, konon ada sekitar 1982 mushaf yang ditulis dengan tinta emas berjajar rapi di rak-rak yang menempel dinding Masjid Amr bin Ash.
Setiap perayaan keagamaan, lebih dari 700 lentera menghiasi seluruh ruangan masjid. dengan lantai beralaskan permadani kualitas terbaik kala itu. Sedangkan pada malam-malam biasa tak kurang dari 100 lentera yang menerangi sisi gelap masjid Amr bin Ash.
Masjid Amr bin Ash terbakar
Pada tahun 564 H masyarakat fustat membakar kota tersebut. Hal ini dilakukan agar pasukan salib tidak sampai menduduki dan menguasai kota fustat. Selama 54 hari, api membara di tengah-tengah kota dan meruntuhkan semua bangunan megah yang pernah berdiri. Diantaranya adalah Masjid Amr bin Ash.
Setelah Shalahuddin Al-Ayyubi mengalahkan tentara salib, kebijakan pertama yang dikeluarkan adalah membangun kembali masjid Amr bin Ash tahun 568 H. puluhan ribu dinar disiapkan untuk membangun kembali masjid kebanggaan masyarakat mesir itu.
Masjid pun akhirnya bisa berdiri seperti sedia kala, dengan mihrab yang megah, dinding penuh dengan khat ayat-ayat al-Qur'an dan tiang-tiang berhias dengan ornament dari emas.  Dan sebagai peresmian secara simbolik, Shalahuddin Al-ayubi menuliskan namanya pada papan yang berada diatas pintu gerbang masjid.
Begitu seterusnya, hingga kekhalifahan berada di tangan dinasti mameluk lalu dinasti usmani masjid ini terus mengalami perbaikan. Sampai datang kolonialis perancis yang menduduki mesir. Keadaan masjid Amr bin Ash tak jauh beda dengan masjid-masjid yang lain. Semua berada diambang kehancuran. Ornament-ornamen hiasan masjid dan atap-atap kayu di curi. Tak luput batu-batu besar yang menyangga bangunan masjid juga dirampas. Bahkan, konon masjid ini hamper roboh.
Pasca kolonialisme berakhir baru kemudian masjid Amr bin Ash mengalami perbaikan. sampai sekarang masjid ini menjadi masjid kebanggaan rakyat mesir. Dan menjadi symbol sejarah masuknya islam di bumi Afrika.
Sejarah mimbar masjid
Setelah masjid berdiri, Amr bin Ash memerintahkan untuk membuat mimbar sebagai tempat khatib menyampaikan khutbah.
Dalam laporan tertulisnya kepada khalifah Umar bin Khattab, Amr bin Ash menuliskan perihal mimbar yang ia buat. Lalu Khalifah Umar mengirim surat yang berisi: tidakkah cukup kau menyampaikan khutbah berdiri, dan jamaah duduk bersila dibawahmu?!
Sejak balasan itu, Amr bin Ash tidak pernah lagi menggunakan mimbar. Bahkan memerintahkan untuk menghancurkannya.
Namun, setelah khalifah Umar wafat, mimbar masjid Amr bin Ash kembali digunakan.
Pada tahun 93 H, khalifah walid bin Abdul malik memerintahkan untuk mengganti mimbar yang dibuat pada Amr bin Ash dengan mimbar yang baru. Pada saat itu, hanya masjid Amr bin Ash yang menggunakan mimbar sebagai tempat khutbah. Masjid yang lain hanya menggunakan tongkat yang dipegang oleh sang khatib kala ia menyampaikan khutbah.
Sampai datang masa Abdul malik bin Musa bin Nusair memerintah mesir. Ia memerintahkan agar semua masjid dibuatkan mimbar khusus sebagaimana mimbar masjid Amr bin Ash.
Tradisi mimbar ini kemudian diikuti oleh masjid-masjid agung yang berada di kawasan benua Afrika seperti Masjid Ahmad bin Thulun, Masjid Al-Azhar, Masjid al-Zaitunah di Tunis dan Masjid Qairuwan.
Di atas mimbar keramat ini, konon ulama-ulama setingkat Imam Syafi'I, imam al-Laits bin Sa'd, Izzuddin bin Abdissalam Ibn Hisyam dan Ibn Hajar Al-Asqalani menyampaikan wejangan-wejangan pelepas dahaga kalbu.
Adapun di ruangan khusus perempuan, disana ada Sayyidah Nafisah yang dengan sangat telaten mengajarkan A-Qur'an dan ajaran islam. serta menjadi tempat mengadu kaum hawa kala itu.
Tidak hanya itu, berawal dari ceramah-ceramah di atas mihrab para pelajar dan santri berkumpul di masjid Amr bin Ash membentuk halaqah ilmiyah yang dipandu oleh seorang syeikh (Syeikh Al-'Amud). Kelak, tradisi inilah yang digunakan di masjid Al-Azhar (400 tahun setelah berdirinya Masjid Amr bin Ash) yang berkembang pesat sampai sekarang dan bahkan menjadi kiblat ulama sunni di dunia.
Namun ada perbedaan yang mencolok antara tradisi keilmuwan di masjid Amr bin Ash dengan Masjid Al-Azhar. Halaqah yang diadakan di masjid Amr bin Ash tidak mendapatkan dana dari pemerintah. Syeikh-syeikh yang mengajar di sana tidak mendapatkan gaji dari pemerintah. Ia lebih seperti lembaga pendidikan yang non formal.
Berbeda dengan Masjid Al-Azhar, Pemerintah menyiapkan dana khusus untuk mendorong perkembangan pendidikan yang di selenggarakan di masjid Al-Azhar. Dan membangun perpustakaan yang sangat besar kala itu di masjid Al-Azhar.
Di masjid Amr bin Ash mereka menyebutnya Zawiyah. Konon istilah ini muncul karena para para masyayikh yang berasal dari kaum sufi, mutakallim dan fuqaha duduk bersandar di bagian-bagian tembok masjid.
Sedangkan di Al-Azhar para masyayikh duduk bersandar di tiang-tiang masjid dan di kelilingi oleh para murid. Sehingga mereka menyebutnya dengan istilah halaqah.
Masjid Amr bin Ash mempunyai beberapa zawiyah tempat mengajar setiap zawiyah dikelola dan di biayai oleh wakaf orang tertentu, diantaranya:
1. Zawiyah Al-Imam Al-Syafi'i. konon dulu imam syafii pernah mengajar di zawiyah ini. Sehingga namanya di abadikan menjadi nama zawiyah. Dikelola dengan harta wakaf sultan Utsman bin shalahuddin al-Ayyubi
2. zawiyah al-Majdiyah. Terletak di bagian depan masjid di samping mihrab inti. Dikelola dengan harta wakaf Majd al-Din Asyraf musa bin al-Adil seorang menteri dan saudara Shalahuddin Al-Ayubi
3. Zawiyah al-Kamaliyah, terletak di samping pintu masjid. dikelola dengan harta wakaf kamaluddin al-Samnudi
4. Zawiyah Al-Shahibiyyah, dikelola oleh tajuddin bin hanna. Zawiyah ini mempunyai dua halaqah: mengajarkan mazhab syafii dan yang lain madzhab maliki.
5.Zawiyah Al-Tajiah. Dikelola dengan harta wakaf Tajuddun al-Sathahi
6. Zawiyah Al-'Alaiyyah,  dikelola oleh harta wakaf 'Alauddin al-Dhariri. Zawiyah ini digunakan untuk melantuntan Al-Qur'an pada momen-momen tertentu.
7. Zawiyah Al-Zainiyyah, dikelola oleh Zainuddin.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India